Sungguh,
kebesaran Tuhanku yang mana yang pantas kusangsikan? Bukankah segalanya telah
tertulis rapi di catatan takdir-Nya? Segalanya tentang engkau, tentang daku, tentang
kita. Tentang sebuah cerita penantian yang tak kutahu di mana akhirnya.
Engkau.
Engkau. Engkau. Sebuah kata yang terkadang menguras hati. Laksana bayang-bayang
di balik pelita malam. Namun, terlalu
sulit bagiku tuk menangkap bayangmu. Aku sadar, bayangmu hanyalah fatamorgana.
Bayangmu sebuah ilusi yang kan jadi nyata. Namun, belumlah saatnya kita bersua.
Biarlah tabir waktu yang kan menyatukan kelak dalam sebuah bahagia yang
membuncah, dalam naungan indahnya sinar fajar yang merona.
Engkau,
Ikhwan yang dalam bisu kurindu, dalam gelap kucari, dalam sepi kunanti.
Lagi-lagi aku terbangun, tersadar, lalu terjaga. Dan... “Di mana kau? Bagaimana
kabarmu? Baik-baik sajakah? Jangan
menangis, jangan bersedih.”
Duhai
ikhwan, tahukah dikau? Aku masih di sini. Ya, masih di sini menanti engkau.
Adakah di sana kau juga menantiku? Wallahu a’lam.
Sesungguhnya
tak pantaslah aku menantimu. Siapalah aku? Aku hanya wanita biasa yang tak
luput dari segala kekurangan. Wajahku tak secantik wanita dambaanmu. Aku tak
mungkin menjelma menjadi Cleopatra yang menaklukkan sesosok Julius Caesar.
Bukanlah paras elok nan menawan yang ku punya, hanyalah wajah standar yang tak
mampu menyembunyikan setiap ungkapan suka dan duka. Tapi sungguh, aku
mensyukuri karunia ini. Bukankah Allah telah menciptakan makhluk dalam bentuk
yang sebaik-baiknya? Hanyalah kecantikan hati yang abadi, dan semoga aku mampu
meraihnya. Aku juga bukanlah wanita hebat yang menjadi pujaan umat. Aku hanya
seorang insan yang terus mencoba berbenah diri. Dengan ikhtiar dan tawakal, semoga
Allah meridhoi setiap langkah kecilku. Amin.
Ya
Akhi, ana ahabbaka fillah. Biarlah ungkapan cintaku padamu indah pada waktunya.
Sesungguhnya cintaku padamu hanyalah bagian dari cinta yang hakiki, cinta
kepada pencipta segala cinta. Namun, semoga cinta kita kelak kan terikat dalam
satu bahtera kecil. Bahtera yang akan mengantarkan cinta kecil ini kepada
jannah-Nya.
Wahai
calon imamku kelak, persiapkanlah dirimu. Aku tak menuntut hartamu. Aku tak
meminta tahtamu. Cukuplah iman dan islammu yang kan menjadi petunjuk arah bahtera
kita. Janganlah pernah kau biarkan Al Qur’an di rumahmu gersang, terkalahkan
oleh lembaran tebal ilmu dunia. Siramlah hatimu dengan al qur’an. Ku ingin
kelak kau mengajarkan kepada anak-anakku mengeja huruf alif, membaca huruf ba,
menulis huruf ta, dan menanamkan pribadi yang qur’ani.
Duhai
calon ayah dari anak-anakku, jagalah dirimu baik-baik. Insya Allah aku akan
tetap di sini menyiapakan segalanya untukmu, untuk anak-anak kita. Doakanlah
aku agar kelak pantas menjadi sosok yang kau damba, sosok yang insya Allah akan
menjaga kesetiaan walau tiadalah seperti para teladan Khadijah, Aisyah, dan Fatimah
putri Rasul. Dan di sini aku tetaplah wanita biasa yang tak pantas kau
puja-puja melebihi cintamu pada Tuhanku, Allah Azza Wa Jalla.
22 Februari 2012 (21:08)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar